EchoPedia - Pasar Modal Syariah di Malaysia terbentuk pada awalnya karena besarnya permintaan pasar pada awal tahun 90-an. Keberhasilan penerapan perbankan syariah memicu investor untuk dapat berinvestasi sesuai dengan kaidah-kaidah investasi secara islami.
Tonggak awal perkembangan investasi syariah di pasar modal Malaysia bisa dikatakan baru dimulai setelah pada tahun 1983 Pemerintah Malaysia menerbitkan obligasi syariah yang pertama dan cukup sukses. Kesuksesan ini menimbulkan permintaan yang semakin besar terhadap tersedianya instrumen investasi syariah di pasar modal. Pada tahun 1993, Pemerintah Malaysia kemudian meluncurkan reksadana syariah pertamanya, yaitu Arab Malaysian Tabung Ittikal.
Pada tahun 1994 sebagai jawaban atas tingginya permintaan pasar di atas, Pemerintah Malaysia melalui Securities Commission Malaysia membentuk Islamic Capital Market Unit (ICMU) dan Islamc Instrumen Stuy Group (IISG). ICMU ini bertugas melakukan riset dan pengembangan produk pasar modal Islam dan melakukan analisa terhadap semua efek yang tercatat di bursa Malaysia, disamping itu ICMU juga berfungsi sebagai tenaga riset dan sekretariat bagi SAC.
Dalam perkembangannya, IISG kemudian berubah nama menjadi Syariah Advisory Council (SAC) pada tahun 1996. SAC ini bertugas memberikan masukan kepada Securities Commission atas semua hal yang berhubungan dengan pengembangan pasar modal Islam dan sebagai pusat referensi. Di samping itu, SAC juga melakukan pengkajian efek-efek konvensional yang sudah ada dari perspektif syariah serta melakukan pengkajian dan pengembangan atas efek dan instrumen pasar modal lainnya. Sebagai hasil dari pengkajian tersebut, SAC mengeluarkan daftar efek-efek yang telah sesuai dengan prinsip syariah. Selanjutnya daftar tersebut akan di up-date dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Mei dan November, dan disebarluaskan secara gratis.
Adapun indeks syariah diluncurkan pertama kali oleh Kuala Lumpur Stock Exchange pada tahun 1999, yaitu Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI). Index Syariah tersebut berfungsi untuk melihat kinerja saham-saham syariah yang tercatat pada papan utama. Kemudian, pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, KLSI secara resmi dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS, setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS. Saat ini, FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia (Bursa Malaysia). FBMS terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah yang telah ditetapkan oleh SAC per semester.
Sampai akhir tahun 2007, sebagaimana terlihat pada tabel 2. 3, saham yang sesuai dengan prinsip syariah telah tercatat sebanyak 853 saham, yakni kurang lebih 89 % dari 991 saham yang tercatat di bursa Malaysia. Dari 853 saham syariah tersebut, 513 saham berada pada papan utama, 220 saham berada pada papan kedua dan 120 saham berada pada papan Mesdaq (Securities Commission Malaysia, 2007:19-36).
Tonggak awal perkembangan investasi syariah di pasar modal Malaysia bisa dikatakan baru dimulai setelah pada tahun 1983 Pemerintah Malaysia menerbitkan obligasi syariah yang pertama dan cukup sukses. Kesuksesan ini menimbulkan permintaan yang semakin besar terhadap tersedianya instrumen investasi syariah di pasar modal. Pada tahun 1993, Pemerintah Malaysia kemudian meluncurkan reksadana syariah pertamanya, yaitu Arab Malaysian Tabung Ittikal.
Pada tahun 1994 sebagai jawaban atas tingginya permintaan pasar di atas, Pemerintah Malaysia melalui Securities Commission Malaysia membentuk Islamic Capital Market Unit (ICMU) dan Islamc Instrumen Stuy Group (IISG). ICMU ini bertugas melakukan riset dan pengembangan produk pasar modal Islam dan melakukan analisa terhadap semua efek yang tercatat di bursa Malaysia, disamping itu ICMU juga berfungsi sebagai tenaga riset dan sekretariat bagi SAC.
Dalam perkembangannya, IISG kemudian berubah nama menjadi Syariah Advisory Council (SAC) pada tahun 1996. SAC ini bertugas memberikan masukan kepada Securities Commission atas semua hal yang berhubungan dengan pengembangan pasar modal Islam dan sebagai pusat referensi. Di samping itu, SAC juga melakukan pengkajian efek-efek konvensional yang sudah ada dari perspektif syariah serta melakukan pengkajian dan pengembangan atas efek dan instrumen pasar modal lainnya. Sebagai hasil dari pengkajian tersebut, SAC mengeluarkan daftar efek-efek yang telah sesuai dengan prinsip syariah. Selanjutnya daftar tersebut akan di up-date dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Mei dan November, dan disebarluaskan secara gratis.
Adapun indeks syariah diluncurkan pertama kali oleh Kuala Lumpur Stock Exchange pada tahun 1999, yaitu Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI). Index Syariah tersebut berfungsi untuk melihat kinerja saham-saham syariah yang tercatat pada papan utama. Kemudian, pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, KLSI secara resmi dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS, setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS. Saat ini, FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia (Bursa Malaysia). FBMS terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah yang telah ditetapkan oleh SAC per semester.
Sampai akhir tahun 2007, sebagaimana terlihat pada tabel 2. 3, saham yang sesuai dengan prinsip syariah telah tercatat sebanyak 853 saham, yakni kurang lebih 89 % dari 991 saham yang tercatat di bursa Malaysia. Dari 853 saham syariah tersebut, 513 saham berada pada papan utama, 220 saham berada pada papan kedua dan 120 saham berada pada papan Mesdaq (Securities Commission Malaysia, 2007:19-36).
Di Malaysia, penentuan saham syariah terdiri dari dua lapisan berbeda. Lapisan pertama, yaitu saham yang dikategorikan saham syariah karena aktivitasnya murni sesuai prinsip syariah. Sementara lapisan kedua adalah saham-saham yang aktivitasnya sesuai prinsip syariah namun ada aktivitas lainnya yang tidak sesuai syariah. Dalam arti yang lain, aktivitas saham tersebut bercampur antara yang syariah dan tidak syariah. Untuk lapisan yang kedua ini, SAC menetapkan kriteria tambahan agar saham tersebut bisa dikategorikan saham syariah.
Gambar di atas menyajikan kriteria penentuan saham syariah di Malaysia oleh Shariah Advisory Council (SAC). Saham dikaregorikan syariah apabila kriteria dalam langkah pertama terpenuhi (lapisan pertama). Sementara bagi perusahaan yang aktivitasnya bercampur, yaitu terdiri dari aktivitas yang sesuai dan tidak sesuai syariah, maka SCA menentukan kriteria sebagaimana langkah kedua (lapisan kedua).
Gambar di atas menyajikan kriteria penentuan saham syariah di Malaysia oleh Shariah Advisory Council (SAC). Saham dikaregorikan syariah apabila kriteria dalam langkah pertama terpenuhi (lapisan pertama). Sementara bagi perusahaan yang aktivitasnya bercampur, yaitu terdiri dari aktivitas yang sesuai dan tidak sesuai syariah, maka SCA menentukan kriteria sebagaimana langkah kedua (lapisan kedua).
0 komentar:
Posting Komentar