Akad dalam bahasa Arab artinya perikatan, perjanjian atau pemufakatan. Adapun pengertian berdasarkan fiqh, akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan (Hasan, 2003:101). Berdasarkan pengertian tersebut maka akad adalah suatu perbuatan hukum yang melibatkan kedua belah pihak atau lebih, yang melakukan perjanjian. Ajaran Islam menekankan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syariat (hukum Islam).
Akad yang sering dilakukan di masyarakat adalah: Al Bay (Jual Beli, perdagangan atau perniagaan). Para Ulama mengistilahkannya menjadi tukar menukar harta atas dasar saling ridha (Santoso, 2003:19). Adapun yang menjadi objek dari pertukaran dapat berupa Ayn dan Dayn. Ayn adalah benda-benda yang berupa real asset, berupa barang maupun jasa ataupun bisnis. Sedangkan pengertian dayn adalah financial asset yaitu berupa uang dan surat berharga, termasuk saham.
Pertukaran antara ayn dengan ayn lebih dikenal dengan istilah barter. Ajaran Islam mengatur bahwa barter dapat dibolehkan untuk benda-benda yang berlainan jenis, misalnya barter yang sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan berupa beras dengan hasil pertanian lain. Sedangkan bagi benda yang sejenis tidak diperbolehkan kecuali secara kasat mata benda tersebut sejenis tetapi memiliki mutu yang berbeda serta memuhi persyaratan tertentu.
Sementara yang lazim dilakukan di masyarakat modern adalah pertukaran antara ayn dengan dayn. Beberapa akad yang terjadi dari pertukaran ini antara lain:
1) Naqdan; yaitu pertukaran atau jual beli yang dilakukan secara tunai.
2) Murabahah; yaitu akad jual beli atas barang tertentu.
3) Salam; jual beli dengan kriteria tertentu dengan pembayaran dilakukan di awal
dan barangnya diterima kemudian.
4) Istishna; jual beli dengan cara memesan terlebih dahulu dengan kriteria yang jelas
(para ulama banyak yang menyamakannya dengan salam)
5) Ijarah; akad sewa barang dengan kompensasi jasa, dan lain-lain.
Disamping kegiatan pertukaran, kita pun mengenal kegiatan percampuran. Pengertian dari percampuran andalah suatu akad antara dua atau lebih pihak yang bertujuan untuk bekerja sama melakukan suatu kegiatan bisnis dimana masing-masing pihak melakukan penyerahan sejumlah dana atau jasa. Bentuk-bentuk akad untuk kegiatan percampuran tersebut adalah mudharabah dan musyarakah.
Kedua akad tersebut akan selalu kita temui dalam kegiatan investasi syariah di pasar modal. Hal tersebut dikarenakan selain terjadi pertukaran (al bay-jual-beli), di pasar modal pun kita mengenal suatu kegiatan percampuran misalnya yang terjadi di penerbitan saham suatu perusahaan.
Kehalalan transaksi-transaksi di atas untuk selanjutnya akan menjadi haram dilakukan jika hal lain yang menyertainya, seperti mekanisme dan cara memperolehnya dilarang syariah. Ada beberapa illat yang menyebabkan dilarangnya kegiatan jual beli (tentunya termasuk juga investasi). Berdasarkan Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ahli fiqh (ajaran Islam), illat pelarangan tersebut adalah (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004:12) :
1) Haram karena bendanya (zatnya)
Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan tersebut berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist telah dilarang atau diharamkan. Benda-benda tersebut, antara lain babi, khamr bangkai binatang dan darah.
2) Haram selain karena bendanya (zatnya)
Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang objek dari kegiatan tersebut bukan merupakan benda-benda yang diharamkan karena zatnya. Artinya benda-benda tersebut adalah benda-benda yang dibolehkan (dihalalkan), tetapi menjadi haram disebabkan adanya unsur:
a) Tadlis; tindakan sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Dalam konteks pasar modal, ini bisa berarti pengaburan informasi.
b) Taghrir/ Gharar; situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Taghrir terjadi bila pihak yang bertransaksi merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bersifat tidak pasti, yaitu kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan.
c) Riba; tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis, baik transaksi hutang piutang maupun jual beli.
d) Bay Najash; situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu untuk menciptakan harga jual yang tinggi.
e) Ihtikar; situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik.
f) Ghaban; situasi dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar (market price) tanpa disadari oleh pihak pembeli.
3) Tidak sahnya akad
Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya, maka pada kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut cacat dan dilarang oleh ajaran Islam.
0 komentar:
Posting Komentar