Geliat pasar modal syariah di Indonesia dimulai dengan diluncurkannya reksadana syariah untuk pertama kalinya oleh Danareksa Syariah pada tahun 1997, dan disusul kemudian dengan peluncuran indeks syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) pada tahun 2000. Selanjutnya seiring dengan dikeluarkannya Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah, PT. Indosat untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi syariah dengan tingkat imbal hasil sebesar 16,75%, suatu tingkat return yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata return obligasi konvensional pada waktu itu. Obligasi yang diterbitkan PT. Indosat tersebut untuk selanjutnya menjadi pioner penerbitan obligasi syariah di Indonesia.
Dibandingkan dengan beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim, Indonesia tergolong lambat dalam mengembangkan pasar modal syariah, bahkan dibandingkan negara sekuler seperti Amerika. Obligasi syariah pertama yang diterbitkan di dunia adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1983. Indonesia baru menerbitkan obligasi syariah pada tahun 2002. Sebuah rentang waktu yang cukup jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Asia Pasifik, seperti Iran dan Kuwait (IOSCO, 2004:27).
Di Indonesia, tonggak awal yang berkaitan dengan pembuatan peraturan pasar modal syariah bisa dikatakan baru dimulai pada tahun 2001, yakni bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman investasi untuk reksadana syariah. Kemudian diikuti oleh fatwa DSN MUI tahun 2002 tentang obligasi syariah, serta nota kesepahaman Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dengan DSN-MUI tentang pembentukan pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Nasarudin dan Surya, 2007:205).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2008:38) pada tahun 2007, dari 388 saham emiten yang tercatat di BEI pada bulan November, hanya 164 saham yang sesuai dengan prinsip syariah dan layak untuk ditransaksikan dalam pasar modal syariah. Kesesuaian dalam prinsip tersebut didasarkan kepada produk yang dihasilkan emiten dan transaksi sahamnya di BEI. Sedangkan sisanya 222 saham tergolong haram atau tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, consumer product (minuman keras) dan rokok.
Jakarta Islamic Index (JII), yang merupakan benchmark saham syariah di Indonesia terdiri dari 30 saham yang diseleksi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) per semester, tepatnya setiap bulan Januari dan Juni. Sampai akhir tahun 2006, kapitalisasi pasar JII telah mencapai 48 % dari total kapitalisasi saham di BEI.
Dalam kerangka kegiatan pasar modal syariah, ada beberapa lembaga penting yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pengawasan dan perdagangan, yaitu: Bapepam, Dewan Syariah Nasional (DSN), bursa efek, perusahaan efek, emiten, profesi dan lembaga penunjang pasar modal serta pihak terkait lainnya. Khusus untuk kegiatan pengawasan dilakukan bersama oleh BAPEPAM dan DSN. DSN berfungsi sebagai pusat referensi (reference center) atas semua aspek-aspek syariah yang ada dalam kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan efek syariah.
Khusus untuk penentuan saham syariah, selain ketentuan-ketentuan syariah harus terpenuhi, ada ketentuan lain yang ditetapkan DSN dalam menentukan saham mana yang berhak atau tidak berhak masuk indeks syariah (Jakarta Islamic Index). Ketentuan-ketentuan tersebut didasarkan pada (Huda dan Nasution, 2007:56):
- Jenis usaha; jenis usaha utama tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk ke dalam 10 saham berkapitalisasi besar).
- Laporan keuangan; laporan keuangan tahunan atau semester memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal 90%.
- Kapitalisasi pasar; memilih 60 saham dengan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.
- Likuiditas; memilih 30 saham berdasarkan likuiditas nilai perdagangan terbesar selama satu tahun terakhir.
0 komentar:
Posting Komentar